Mau berumah tangga? Jangan sekadar untuk main-main. Jika tidak serius, rumah tangga yang kita bangun, akan jadi bangunan rapuh yang mudah remuk diterpa badai. Persiapan berumah tangga hendaklah dilakukan sedini mungkin. Ini disebabkan karena beratnya beban yang akan disangga seseorang ketika telah memasuki fase kehidupan berumah tangga. Rumah tangga yang sakinah mawadah warahmah adalah kawah candradimuka bagi terbentuknya generasi yang unggul. Jadi, jangan asal-asalan ya, Oleh karenanya, membentuk sebuah keluarga membutuhkan persiapan-persipan, meliputi persiapan fisik, persiapan ruhiyah, persiapan ilmu, persiapan ekonomi dan persiapan sosial.
Persiapan Fisik
Fisik yang prima mutlak diperlukan bagi seseorang yang hendak berumah-tangga. Kita sama-sama mengetahui, bahwa kehidupan berumah tangga itu berat. Istri mengandung, melahirkan, menyusui dan merawat anak, serta memenej rumah tangga—belum jika ia pun bekerja membantu suami mencari pencaharian. Ketika seorang perempuan telah berstatus menjadi istri dan ibu, sepertinya pekerjaan seperti tak ada habis-habisnya. Bahkan ada guyonan yang sering terlontar di kalangan para muslimah, bahwa pekerjaan seorang ibu itu dimulai dari terbitnya matahari, hingga terbenamnya mata suami, alias suami telah tertidur, bara para istri sekaligus ibu itu berkesempatan beristirahat.
Namun, apa yang dilakukan para suami juga tak kalah melelahkan. Mereka bekerja keras sepanjang hari untuk mencukupi nafkah keluarga. Semuanya membutuh kekuatan yang ekstra. Oleh karenanya, sejak masih lajang, sebaiknya melatih fisik sebaik mungkin. Fisik yang terlatih, akan membuat terhindar dari berbagai penyakit berat, serta tak mudah lelah. Ayo olahraga! Jangan mager—malas gerak.
Selain itu, konsumsilah cukup air putih, serta makanan yang berimbang serta berkualitas, tercukupi gizi dan jumlahnya. Ada baiknya para muslimah mengurangi mengonsumsi junk food (makanan sampah), yakni makanan yang tidak berkualitas, selain gizinya tak cukup, juga menggunakan banyak zat kimia seperti pewarna makanan, MSG, zat pengawet dan sebagainya yang berbahaya bagi tubuh.
Persiapan Ruhiyah
Shalat kamu masih bolong-bolong? Ngaji masih belum lancar? Sebaiknya, perbaiki dahulu sebelum kamu memutuskan untuk menikah. Sebab, persiapan ruhiyah pun tak kalah pentingnya, bahkan menjadi panglima dari segala jenis persiapan lainnya. Ini disebabkan karena menikah, dan berkeluarga adalah ibadah. Ibadah akan diterima Allah jika didasari keikhlasan, serta dijalankan dengan khusyuk serta tenang. Terkadang, proses pernikahan itu sendiri begitu melelahkan. Belum lagi ketika telah melahirkan putera-puteri serta menghadapi berbagai problematikan rumah tangga. Kita jelas-jelas membutuhkan energi yang berasal dari ruhiyah yang bening.
Persiapan Ilmu
Pernikahan itu multidisiplin keilmuan. Sebab, problematika yang akan dihadapi saat menikah itu sangat beragam. Fiqih, akhlak, ibadah, pengasuhan anak, gizi, seksologi, psikologi, sosiologi, bahkan juga matematika, akuntansi, manajemen dan sebagainya. Nah, lho! Memang, sih, menikah itu praktek, teori saja tidak cukup. Tetapi, memiliki bekal ilmu yang cukup, akan membuat kita lebih mudah di dalam melakukan praktek berumah tangga.
Persiapan Ekonomi
Berkeluarga ternyata membutuhkan biaya yang besar. Jadi, menabunglah sejak sedini mungkin. Juga, carilah profesi dan sumber-sumber penghasilan yang senantiasa berkembang dan menghasilkan dana yang cukup, syukur-syukur lebih.
Meskipun kewajiban memberi nafkah ada pada pihak lelaki, bukan berarti seorang perempuan tidak perlu mempersiapkan bekal ekonomi. Selain pintar mencari tambahan penghasilan, perempuan perlu memahami pengelolaan serta perencanaan keuangan yang efisien.
Sebagaimana diungkapkan oleh konsultan-konsultan di bidang keuangan, income (pemasukan) kita haruslah terbagi dalam 4 komponen anggaran. Pertama, zakat atau infak (jika tidak mencapai nishab) sebesar minimal 2,5% dari total pemasukan. Kedua, cicilan hutang yang jumlahnya tak boleh lebih dari 30% dari total pemasukan. Ketiga, investasi dan tabungan, jumlahnya minimal 10% dari total pemasukan. Baru sisanya, yakni sekitar 57,5% digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.
Prinsipnya, qanaah, secukupnya saja, atau dipaksa cukup. Memperturutkan hawa nafsu adalah sikap bunuh diri, karena dunia ini, kata orang bijak, ibarat air laut, diminum hanya menambah haus.
Persiapan Sosial
Persiapan sosial di antaranya adalah melatih diri untuk terlibat aktif dalam kehidupan bermasyarakat, baik masyarakat terkecil, yakni keluarga—termasuk keluarga mertua—hingga masyarakat yang lebih luas. Banyak pasangan muda yang agamanya baik, karir bagus, aktif di berbagai organisasi, namun tak pintar bertetangga.
Demikian pula, banyak kasus, setelah seseorang menikah, ternyata dia terlibat konflik dengan keluarga suami. Bisa jadi masalahnya hanya karena perbedaan adat istiadat, atau karakter belaka. Namun jika kecerdasan sosial seseorang tidak diasah sejak dini, maka hal tersebut bisa menjadi permasalahan yang berat. (@afifahafra79).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.